Jawaban UAS Teori Suci Yuliani 1902250003
Nama : Suci Yuliani
Npm : 1902250003
Reg. A Pagi
Teori Dan Sejarah
Perkembangan Arsitektur (UAS)
Soal!
1. Jelaskan perbedaan antara arsitektur tradisional
dengan arsitektur vernakuler!
2. Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik
berupa fisik maupun non-fisik, salah satunya adalah arsitektur tradisional.
Dalam arsitektur tradisional di tiap daerah di nusantara selalu ada yang
menjadi ciri khas, baik dilihat dari material dan bentuknya sebagai identitas
lokal yang khas dari daerah tersebut.
Saat ini kita sedang merasakan trasnformasi budaya yang memengaruhi kebudayaan
dan juga ilmu arsitektur mengalami pergeseran dalam bidang tampilan bentuk atau
fasade maupun tatanan ruang. Oleh karena itu arsitektur nusantara merupakan
satu di antara identitas dari suatu pendukung kebudayaan yang patut dilestarikan
agar tetap berkelanjutan. Jelaskan (dalam bentuk artikel), bangunan apa saja
yang tetap menerapkan arsitektur nusantara pada tampilan fasade maupun tatanan
ruangnya.
Jawab :
1. Berdasarkan pengertian yang saya ambil dari
jurnal.umj.ac.id, ada pengertian Menurut Amos Rapoport (1960), Arsitektur
tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Arsitektur tradisional merupakan hasil dari kebudayaan setempat. Sehingga jelas kalau kebudayaan Bugis dan Bali berbeda , makanya arsitektur tradisional Bugis dan arsitektur tradisional bali juga beda.
Sedangkan Arsitektur vernakular itu arsitektur yang mengambil
kearifan lokal suatu daerah. Sepintas mungkin hampir sama dengan arsitektur
tradisional, tetapi ada perbedaan mendasar disini, perbedaanya adalah
arsitektur tradisional diwariskan turun temurun, dia mempunyai pakem / aturan
ketentuan2nya tidak bisa diganggu gugat lagi.
2.
Arsitektur Nusantara
By:
Suci Yuliani
Suciyuliani18@gmail.com
Program
studi arsitektur,fakultas teknik,universitas tridinanti Palembang
Artikel
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Dan Sejarah Perkembangan
Arsitektur.
Dosen
pengampu : Aditha Maharani Ratna ST,MT
Abstract
Arsitektur Nusantara merupakan warisan budaya Indonesia yang
kelestariannya harus dijaga san terus di pelihara.Arsitektur Nusantara adalah
sebagai wujud fisik kebudayaan manusia yang memiliki dimensi fungsi sebagai
wadah atau alat yang bermakna dalam kehidupan manusia. Arsitektur adalah
dimensi makna dan menjadi tolok ukur tinggi rendahnya budaya manusia.
Kebudayaan arsitektur nusantara yang memiliki keunggulan dan berpijak pada
kearifan lokal sehingga dapat memberi makna bagi kehidupan manusia. Karya
arsitektur diukur dari perspektif filsafat manusia, sehingga dapat diketahui
adanya nilai-nilai relijius yang mendasari ungkapan tersebut terkandung dalam
keberagaman dalam mewujudkan karya arsitektur nusantara.Beberapa hal yang dapat
dikesimpulan dari penataan ruang tersebut terdapat beberapa faktor perbedaan
cara pandang dan pada setiap bentuk arsitektur Nusantara ini, karena latar
belakang kebudayaan serta lingkungan sehingga terjadi perbedaan pada daerah tersebut.
Kata kunci: Arsitektur, Nusantara
PENDAHULUAN
Istilah Arsitektur Nusantara
merupakan kepulauan yang menjadi silang budaya pergerakan manusia pada
abad-abad pra sejarah. Arsitektur Nusantara identik dengan arsitektur Indonesia
adalah suatu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
pertumbuhan suatu suku bangsa atau bangsa. Sedangkan Budaya terbentuk karena
adat istiadat dan tradisi yang berkesinambungan dan mengalami titik tumbuhnya
sendiri-sendiri. Arsitektur Indonesia / Nusantara yang secara berabadabad telah
menciptakan struktur luar dan struktur dalam bidang bangunan. Sedangkan saat
ini kita semua sedang merasakan transformasi budaya besarbesaran dan
Transformasi tersebut tidak saja mempengaruhi kebudayaan tetapi juga secara
perlahan-lahan juga mempengaruhi ilmu arsitektur yang saat ini mengalami
pergeseran dalam bidang tampilan bentuk/fasade maupun dalam tatanan ruang. Oleh
karena itu arsitektur Indonesia merupakan satu di antara identitas dari suatu
pendukung kebudayaan dan patut di lestarikan agar tetap berkelanjutan secara
suistainble dari genertasi kegenerasi agar tetap mengetahui akar budaya yang
terkait dengan bangunan arsitektur.
Arsitektur nusantara
adalah periode mula dari perkembangan arsitektur Indonesia,karena itu dapat
dikatakan pula sebagai arsitektur klasik yang setara dengan arsitektur klasik
eropa.
TUJUAN
1. Memberikan wawasan tentang arsitektur Nusantara yang
timbul saat ini sedang mengalami penurunan ketertarikan budaya arsitektur
bangunan
2. Memberikan gambaran bahwa
arsitektur Nusantara adalah karakter dari Bangsa Indonesia.
3. Diharapkan dapat membuka
wawasan dalam perencanaan dan perancangan untuk menciptakan bentuk baru yang
lebih bercirikan ke Indonesiaan.
TINJAUAN
Perkembangan Kebudayaan Di Indonesia
Arsitektur atau budaya arsitektur dalam pemahaman sekarang, merupakan salah
satu hasil kebudayaan yang menunjukkan ciri kehidupaan tingkat kompleksitas
kebudayaan pada suatu suku bangsa tertentu. Kebudayaan sendiri adalah perpaduan antara hasil dari budi dan
daya sehingga menjadi idea. Idea adalah wujud dari kebudayaan yang sebagian
besar terjadi dari berbagai sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagai, yang banyak hidup bersama
dalam suatu masyarakat, memberi jiwa masyarakat itu. Yang semuanya berkaitan
dalam satu sistem, wujud pertama oleh para ahli antropologi dan sosiologi
disebut sebagai sistem budaya (Cultural System), dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai adat atau adat-istiadat/tradisi. Unsur-unsur Bangunan
Arsitektur Tradisional yang memiliki makna merupakan warisan budaya daerah yang
terkenal dengan ciri- ciri khas Tradisionalnya tidak menutup kemungkinan bahwa
bangunan – bangunan tradisional akan meanjadi bentuk baru tanpa memperhatikan
makna yang terkandung, Seperti pada Tradisional (Minangkabau) “Gedung ”akan
melakukan hal yang serupa demi mencapai bangunan tradisional yang modern.
METODE
Untuk mendapatkan gambaran aspek
perbedaan yang cukup jelas mengenai arsitektur Nusantara, salah satu cara yang
bisa digunakan adalah dengan melakukan pendekatan studi kasus terhadap bangunan
apa saja yang tetap menerapkan unsur arsitektur Nusantara pada tampilan fasad
dan tampilan tatanan ruangnya, yaitu dengan menidentifikasi bangunan adat jawa dan sulawesi. Melalui
metode deskriptif analitis, kedua bangunan yang
benar-benar berakar filosofis budaya,
dan berdiri atas budaya adaptatif modernis dianalisis untuk
kemudian diperoleh makna bentuknya;
apakah karya tersebut termasuk arsitektur nusantara.
PEMBAHASAN
Arsitektur Nusantara seharusnya
karya-karyanya memiliki karya yang seragam dengan ciri-ciri yang mewakili citra
per wilayah Indonesia. Karena negara kita adalah negara kepulauan dan setiap
pulau memiliki kebudayaan sebagai ciri dari kesukuan mereka.
Perubahan cara pandang dalam
bentuk bangunan arsitektur tersebut karena banyaknya pendatang yang masuk ke
Indonesia sehingga sangat mempengaruhi bentuk arsitektur yang ada di Nusantara
seperti: 1. Masuknya agama hindhu dan budha, 2. Islam ke Indonesia banyak
memberikan dampak pada bentuk arsitrektur bangunan 3.Bangunan peninggalan bangsa-bangsa
lain Portugis, Spanyol, Jepang dan Belanda.
Bangunan Dan Konsep
Ruang
Indonesia memiliki keanekaragaman
budaya baik berupa fisik maupun non-fisik. .ra langsung. Salah satunya
Arsitektur Tradisional yang berupa bentuk rumah tradisional dan bangunan
lainnya yang beragam dan tersebar di seluruh nusantara. Dalam Arsitektur
Tradisional di tiap daerah di nusantara selalu ada yang menjadi ciri khas baik
dilihat dari material dan bentuknya sebagai identitas lokal yang khas daerah
tersebut. Secara Morfologi yang lebih menekankan pada pembahasan bentuk
geometrik dalam mengindetifikasi karakteristik lingkungan yang diwujudkan
melalui bentuk bangunan.
Menurut CHING, FDK (1979) sistem
tata nilai kekurangan bisa tercipta dengan adanya 3 (tiga) hal, yaitu :
• Besaranan ukuran yang luar biasa
• Bentuk yang unik
• Lokasi yang strategis Salah satu pandangan
mengenai arsitektur adalah melihat dari perspektif manusia yang terdiri dari
kepala, badan dan kaki. Pandangan lain menyebutkan bahwa karya arsitektur yang
unggul adalah hasil karya yang memiliki nilai dan berpijak pada keseimbangan
Eksplorasi makna arsitektur ini salah satunya dapat dikaji dari pendekatan
filsafat manusia yang melihat sebagai acuan hasikarya
Morfologi Dan Bentuk
Bangunan
Transformasi Bentuk Pada Rumah
tradisional nusantara yang sudah memberanikan diri untuk mengkombinasikan bentuk
Tradisional dengan bentuk moderen, Gambar 8. Gambar No 8. Modifikasi konsep
tradisional dan modern (Dokumen; Sitti Wardiningsih, 2012)
Elemen Estetika
Sebagai hasil akhir yang paling
berperan adalah elemen estetika berupa “Ornamen” yang menggambarkan tentang
kehidupan pada umumnya bermotif flora dengan sulur-sulurnya dan bentuk laian
seperti fauna/ binatang. Apa yang sudah dilakukan cukup baik hanya transformai
bentuk harus dipikirkan secara matang, sehingga terkesan seperti tidak
terencana dengan baik.
Rumah
adat Minangkabau (Rumah Gadang)
Gambar 1. Rumah Gadang (sumber:
Arsitag)
Arsitektur Nusantara yang lekat dengan tradisi Sumatra Barat ini
merupakan
pengejawantahan dari hasil
pembelajaran dan pemahaman masyarakat Minangkabau terhadap alam.
Secara fisik, arsitektur Rumah Gadang
menunjukkan keselarasan adaptasi terhadap
lingkungannya. Atapnya yang lancip
merupakan adaptasi terhadap kondisi alam tropis. Dengan atap
lancip, niscaya air tidak akan
mengendap. Oleh karena itu, walaupun hanya terbuat dari ijuk yang
berlapis-lapis, Rumah Gadang tidak
akan bocor. Demikian juga atap rumah yang membesar ke atas.
Tujuannya adalah agar bagian dalam
rumah tidak basah karena tempias air hujan yang dibawa angin.
Rumah Gadang merupakan media untuk
mewariskan nilai-nilai adat Minangkabau. Melalui
Rumah Gadang, tindak-tanduk para
kerabat diatur, seperti kesopanan, tata pergaulan, cara makan, dan
bagaimana melakukan interaksi dengan
anggota kaum ataupun pihak luar. Selain itu, fungsi utama
Rumah Gadang adalah sebagai simbol
untuk menjaga dan mempertahankan sistem budaya matrilineal
– sistem kekerabatan dari garis ibu.
Melalui Rumah Gadang inilah, orang-orang Minangkabau
menjamin lestarinya sistem
matrilineal.
Sama halnya dengan daerah lain di
Indonesia, Sumatra Barat juga mengalami heterogenitas
kultur yang cukup dominan, sehingga
arsitektur vernakularnya pun muncul dalam wujud “campur
aduk”, berwujud tradisional, namun tak
bermakna, karena tidak perduli pada tatanan, hirarki makna,
maupun pengertian yang terkandung pada
wujud aslinya.
Alhasil, arsitektur nasional yang ada
pada masa lalu yang penuh makna dan filosofi, kini
menjadi kisah yang kembali diungkap
hanya sebatas bayang-bayang atau pencitraan saja, seperti yang
banyak ditemui di hampir di setiap
penjuru kota besar di Sumatra Barat. Salah satu contohnya adalah
bangunan Balaikota Padang Panjang
Arsitektur Nusantara Rumah Panjang
Suku Dayak Kalimantan
Sumber : 1001indonesia.net
Berdasarkan pengertian yang saya
ambil dari jurnal.umj.ac.id, ada pengertian Menurut Amos Rapoport (1960),
Arsitektur tradisional merupakan bentukan arsitektur yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Ciri
umum dalam arsitektur tradisional Indonesia ini merupakan peninggalan nenek
moyang Austronesia. Istilah Austronesia merujuk pada sekumpulan bahasa
yang berhubungan dan digunakan oleh kebanyakan masyarakat di kepulauan
Asia Tenggara, sebagian daratan Asia, Taiwan, dan Madagaskar. Sebagian daerah
di Indonesia bagian timur memiliki tradisi bahasa dan kebudayaan yang berbeda.
Ciri-ciri
umum tersebut yaitu bentuk rumah panggung dengan fondasi tiang kayu,
pemanjangan bubungan atap, teknik konstruksi dengan penggunaan bahan bangunan
alami serta cara menyusun tiang dan balok yang khas, dan gagasan rumah
sebagai perlambang tetap.
Bentuk Rumah Panggung
Rumah
panggung dapat ditemui di hampir setiap daerah di Indonesia. Khusus di Jawa dan
Bali, pengaruh India pada zaman Hindu-Buddha mengubah bentuk rumah dengan
fondasi tiang menjadi rumah yang dibangun di atas lempeng batu yang
ditinggikan. Namun, sebuah relief di candi Borubudur menjadi
bukti adanya bangunan rumah panggung di pulau Jawa masa silam.
Penggunaan
tiang sebagai fondasi rumah yang ditinggikan memiliki kelebihan dalam iklim
tropis. Tiang ini menyelamatkan rumah dari bencana banjir. Selain itu,
celah-celah pada lantai dapat berfungsi sebagai ventilasi saat cuaca panas.
Selanjutnya,
api kecil yang dinyalakan di bawah rumah berguna untuk mengusir nyamuk. Asap
yang keluar melalui atap ilalang mengawetkan lalang ini. Membersihkan
rumah juga dapat dilakukan dengan mudah karena debu dan kotoran dapat disapu
melalui lubang-lubang lantai tadi.
Ruang
bawah tanah sering digunakan sebagai kandang hewan peliharaan dan tempat
menyimpan perkakas, serta menyediakan tempat kerja yang teduh pada siang hari
untuk berbagai kegiatan.
Di
banyak daerah, tiang-tiang rumah tidak ditancapkan ke dalam tanah, tapi
bertumpu pada fondasi batu. Hal ini memberi keluwesan pada rumah sehingga rumah
dapat selamat dari gempa. Konstruksi ini juga mempermudah pemilik apabila ia
ingin pindah. Rumah tak perlu dibongkar, tapi cukup diangkat dan dipindahkan ke
tempat baru.
Balok penyangga
rumah tradisional Batak Karo yang disusun bertumpang tindih.
Di
Sulawesi dan Sumatra Utara, terdapat cara lain untuk memantapkan bangunan rumah
panggung. Tiang fondasi tidak berdiri tegak, melainkan mendatar dalam posisi
bertumpang tindih dan bersilang.
Pemanjangan Bubungan Atap
Pemanjangan
bubungan atap pada rumah panggung Tana Toraja.
Pemanjangan
bubungan atap banyak dikembangkan di Nusantara, seperti pada rumah-rumah
suku Batak Karo, rumah orang Minangkabau , dan juga rumah bangsawan di antara
suku Toraja di Sulawesi.
Gaya
pemanjangan atap ini merupakan peninggalan peradaban kuno, tapi kemudian
diteruskan dalam bentuk-bentuk baru. Bentuk atap ini dimaknai sebagai
identitas setempat yang memiliki makna perlambang khusus.
Oleh
karena itu, bentuk pemanjangan bubungan atap ini sangat beragam. Rumah Batak
Toba, memperoleh garis bubungan memanjang dengan pembentukan sudut kaso
bersusun untuk menghasilkan bentuk kipas, yang diperkuat dengan ikatan silang.
Suku
Minangkabau menggunakan kerangka dan balok silang dengan banyak kaso dan ikatan
kecil untuk membentuk puncak atap yang bentuknya menyerupai tanduk kerbau.
Rumah
adat Toraja memiliki bubungan atap lurus yang ditambahkan dengan balok-balok di
setiap ujungnya, membentuk sudut ke atas dan keluar untuk kerangka penyangga
atap yang membutuhkan dukungan tambahan dari tulak somba (tiang
tambahan) yang berdiri tunggal.Dalam arsitektur tradisional Indonesia, atap apa
pun bentuknya merupakan unsur utama. Jika dinding sangat rendah atau
bahkan tidak berdinding sama sekali maka atap menjadi sangat dominan, seperti
pada rumah tambi di
Sulawesi Tengah.
Konstruksi Bangunan
Arsitektur tradisonal
Indonesia hampir seluruhnya terbuat dari bahan hayati, seperti kayu, bambu,
daun palem, rumput lalang, dan serat tanaman. Bahan-bahan tersebut disusun
dengan cara alami dan khas guna memberi perlindungan terhadap penghuninya.
Cara
yang dipakai untuk menyusun semua bagian bangunan menggunakan teknik
penyambungan yang tergolong canggih tanpa menggunakan paku, bisa dengan diikat
ataupun menggunakan pasak kayu. Cara ini membuat rumah menjadi luwes dan kuat,
sangat berguna untuk daerah rawan gempa.
Kaso-kaso
atap biasanya ditopang oleh lempengan dinding, sering didukung oleh balok-balok
dan bubungan. Dengan pola temu-tumpuk ini,
beban diteruskan ke struktur bagian lain. Dinding-dinding dan lantai tidak
menahan beban, tapi dapat menahan bangunan ini sebagai kesatuan.
Rumah sebagai Perlambang
Rumah
dalam arsitektur tradisional Indonesia tidak sekadar berfungsi sebagai tempat
tinggal semata. Rumah baik secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya menjadi
perlambang dan berhubungan erat dengan kepribadian dan pandangan hidup
penghuninya.
Rumah
dipercaya memiliki nyawa dan karakter tertentu sehingga proses
pembangunannya disertai berbagai upacara agar yang menempati dapat hidup
selaras dengan yang ditempati. Dari proses pemilihan lokasi, pemilihan
bahan bangunan, waktu memulai proses pembangunan, sampai kapan mulai
ditinggali, semuanya dilakukan sesuai aturan tertentu.
Bagi
orang Indonesia tradisional, rumah merupakan jagad kecil yang menjadi bagian
dari jagad raya. Oleh karena itu, tatanan rumah juga mencerminkan tatanan jagad
raya. Merujuk pada pemahaman ini, dalam sisi tegak, rumah dibagi menjadi tiga.
Ruang paling atas, yaitu atap beserta ruang tepat di bawahnya, merupakan perlambang dari alam dewa dan leluhur. Ruang tengah atau ruang yang ditinggali mewakili dunia keseharian manusia. Sementara ruang bawah di kolong rumah dihubungkan dengan alam baka yang dihuni oleh roh-roh jahat, jiwa orang mati, dan hal-hal gaib lainnya
Penutup
KESIMPULAN:
1. Konsep Arsitektur Nusantara identik dengan
arsitektur Indonesia konsep rancangan pembangunan rumah/bangunan modern perlu
juga di kaji lebih dalam untuk mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Kini di
era abad 21 banyak bangunan rumah , gedung perkantoran muapun bangunan komersil
lainnya yang memasukkan unsur tradisional masing – masing daerahnya 2. Konsep
ruang dan konsep bangunan sudah tepat berkaitan dengan letak geogfafis
Indonesia/ Nusantara karena bentukkan atap tersebut sesuai dengan kondisi iklim
. 3. Konsep Ornamen Tradisional pada Arsitektur merupakan pembauran dari seni
klasik dan modern. Hasil karya atau wujud dari pembauran tersebut tergantung
dari sumber mana yang lebih kuat yang akan memberi kesan/corak yang lebih
dominan. 4. Konsep dan pemahaman tentang karakteristik bentuk bangunan dan
ruang yang mengandung filosofi tinggi. 5. Konsep warna yang pada umumnya
digunakan untuk bangunan tradisional saat ini masih banyak yang mengunakan
warna-warna yang sama, merah, hitam, putih, kuning walaupun saat ini banyak
produk cat yang lain dan bukan terbuat SCALE ISSN : 2338 - 7912 Volume 2 No. 2,
Februari 2015 283 dari bahan alami. Dan Diharapkan sudah beralih pada value
warna yang ada dengan, intesitas,warna dan proporsi perpaduan yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Repository.uki.ac.id ,
Arya Ronald, 1997. Ciri-ciri Karya
Budaya Di Balik Tatbir Keagungan Rumah Jawa,Penerbit Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, Frick, Heinz, 1997, Pola Struktural dan Teknik Bangunan di
Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
Heuken, Historical Sites of Jakarta, Cipta Loka
Caraka, Jakarta Mangunwijaya, 1985 Wastu Citra, Gramedia, Jakarta
Soekmono,1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1 - 3, Kanisius,
Yogyakart.
Sumintarja Djauhari, 1999. Arsitektur
Tradisional dan Kriterianya, Makalah pada Lokakarya Upaya Pelestarian
Arsitektur Tradisional Indonesia melalui Sistem Informasi, Jakarta.
Sumintarja Djauhari, 1978.
Kopendium Sejarah Arsitektur Jilid I, yayasan lembaga Penyelidikan Masalah
bangunan, Bandung .
Komentar
Posting Komentar